Direktur Eksekutif ASPHRI: WFH Perusahaan Seharusnya Sesuai Kebutuhan Saja
Borneo Nusantara News - Jakarta, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Praktisi Human Resource Indonesia (ASPHRI), Adi Supriadi mengatakan bahwa penerapan Work from Home (WFH) Di Perusahaan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan. “Karena Pandemi juga sudah melandai, kondisi saat ini Ekonomi sedang mau bangkit” Kata Adi dalam keterangan tertulis pada Kamis (12/5).
Untuk perusahaan-perusahaan yang bersifat Pabrikasi dimana mesin-mesinnya tidak mungkin dibawa ke rumah karyawan tentunya tetap bekerja seperti biasa, Perusahaan-perusahaan yang berbasis manufaktur seharusnya tetap normal, kecuali mesin produksi bisa dibawa ke rumah karyawan.
“ WFH itu harus sesuai kebutuhan, jika tidak dibutuhkan bekerja normal, Bangsa ini harus segera menormalisasi kehidupan, perlu bergerak, perlu ada keluar rumah, jika WFH terus menerus maka sangat dikhawatirkan akan terganggunya kesehatan mental “ Jelas Adi.
ASPHRI tetap mendukung program pemerintah dalam mengurangi kepadatan lalu lintas arus balik melalui imbauan penerapan Work from Home (WFH) bagi pekerja. “ Sejak 2020 Kita semua sudah akrab dengan WFH semenjak pandemi Covid-19, jadi bukan hal baru lagi, hal baru itu kalau WFH tidak ada lagi, Manusia kembali hidup dengan normal” katanya.
Kalau sekedar untuk menghindari kepadatan lalu lintas akibat arus balik, maka WFH dan PPKM harusnya bersifat sementara, selama musim arus balik saja. Seminggu atau Dua Minggu, Setelahnya Normal.
Ketua Umum ASPHRI, Yosminaldi juga mengatakan hal senada. Menurutnya, WFH harus disesuaikan dengan sektor usaha masing-masing, tidak bisa disamaratakan.
“Bagi swasta, Jelas untuk Perusahaan Manufaktur tidak bisa karena bisa menghambat produksi” ucap Yosminaldi.
Ia menegaskan, setiap perusahaan terdapat terdapat Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) berdasarkan peraturan menteri yang harus ditaati bersama. Jika hanya sebatas imbauan untuk mengurangi kemacetan, tidak masalah selama semua itu dikomunikasikan antara pekerja dengan pengusaha agar tidak terjadi miss-communication.
“Pada dasarnya, ASPHRI maupun asosiasi lain juga tidak masalah sejauh hal tersebut tidak menganggu Kinerja Karyawan dan produktivitas perusahaan,” tutupnya.
Berdasarkan data PT Jasa Marga (Persero) Tbk, 1,7 juta kendaraan keluar Jabodetabek sejak H-10 sampai H-1 Hari Raya Idulfitri 1443 H. Jumlah ini merupakan rekor lalu lintas tertinggi sepanjang sejarah mudik. Jumlah kendaraan naik 9,5% dibanding saat masa mudik sebelum pandemi tahun 2019 lalu.
Jasa Marga juga mencatat volume lalu lintas arus balik ke Jabodetabek dari arah timur Jawa menembus rekor mencapai 170.078 kendaraan pada H+4 Lebaran 2022. Jumlah ini melonjak 159% dari situasi normal pada 2021. Bahkan, mengalahkan rekor tertinggi sebelum pandemi yang hanya 166.444 kendaraan pada Lebaran 2019. (AS)