BSI Berencana Akuisisi BTN Syariah, Adi Supriadi : Jangan karena Demi Korporasi Besar, Negara Meninggalkan UMKM
BORNEO NUSANTARA NEWS - Akademisi Ekonomi dan Bisnis Syariah, Adi Supriadi menyoroti terkait rencana PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) mengakuisisi Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN Syariah). Akuisisi ini bisa berdampak pada Program BTN Syariah yang sedang membina UMKM agar naik menjadi Pengusaha Menengah dan Besar.
Hal ini disampaikan oleh Dosen STEBI Global Mulia Cikarang dalam keterangan tertulisnya kepada Media, Rabu, (1/6).
Coach Addie mengatakan sejauh ini walaupun BSI termasuk Bank ke-7 terbesar di Indonesia cenderung hanya mendanai korporasi menengah dan besar saja dan masih kurang untuk membiayai permodalan pelaku usaha kecil dan mikro.
“Walaupun BTN Syariah merupakan bagian dari Bank milik Negara, tetapi sangat disayangkan saja jika harus di merger ke BSI, BSI sejauh ini banyak membiayai pengusaha kelas menengah dan besar, sedangkan masih relatif rendah untuk pelaku usaha UMKM, BTN Syariah terlihat fokus membantu UMKM, Jika dimerger dapat dipastikan melihat gaya BSI saat ini, UMKM yang dibiayai BTN Syariah akan terhenti sesuai visi misi nya BSI, sedangkan Ummat Islam sejauh ini masih banyak yang menjadi pelaku usaha kecil dan mikro, sangat khawatir Ummat Islam akan kehilangan usaha karena berkurangnya pembiayaan Syariah, sedangkan berharap ada pembiayaan dari BSI seperti tidak mungkin jika melihat Program BSI banyak membiayai pelaku usaha Menengah dan besar “ Papar Adi Supriadi.
Kecuali, Jika memang rencana BSI ini dalam rangka mengambil pasar BTN Syariah yang cukup besar, Pelaku UMKM saat ini mencapai 98,68%, artinya ini pasar besar untuk Perbankan, Jika niat BSI dalam rangka mengambil pasar BTN Syariah dengan tetap membiayai UMKM tidak masalah, akan jadi masalah jika Aset BTN Syariah diambil, lalu UMKM yang notabene pelaku usahanya banyak Ummat Islam ditinggalkan, Sedangkan BSI fokus ke Korporasi level menengah yang hanya 1,32% saat ini.
“Pasca Pandemi ini, Kita sedang menggiatkan untuk membangun kembali UMKM yang banyak mengalami gagal usaha, gulung tikar, dan jika dilihat dari kondisi yang ada UMKM sudah mulai menggeliat lagi, jika BSI sebagai Bank yang dipegang Negara hanya membiayai Korporasi Menengah dan Besar yang bahkan tidak sampai 2 persen dari pelaku usaha di Indonesia, jelas sangat menyuburkan Oligarki, dan dapat mematikan usaha kecil dan mikro “ Ujarnya.
Menurut Mentor para Pelaku Usaha UMKM di Jawa Barat dan Ketapang Kalbar ini, Pemerintah seharusnya menfokuskan BSI atau Bank Syariah milik Negara untuk membangun usaha kecil dan mikro agar naik level menjadi usaha menengah dan besar, biarlah nanti Korporasi besar dibiayai Bank BUMN yang bukan Syariah.
Kenapa seharusnya BSI membiayai UMKM yang datanya ada 98% itu? Karena UMKM yang datanya tersebut adalah kebanyakan Muslim, membutuhkan Bank Syariah dalam proses permodalan agar terhindar dari Riba. Jika visi ini tidak ada dalam BSI, maka otomatis Pengusaha dilevel Korporasi akan semakin kaya sedangkan UMKM akan pelan-pelan mengalami kebangkrutan, selain itu secara otomatis juga BSI akan melahirkan Oligarki yang akan menguasai Indonesia.
“Cukuplah Bank BUMN seperi BNI, MANDIRI, BRI yang membiayai korporasi besar, sedangkan untuk BSI khusus membesarkan UMKM” harapnya.
Dikarenakan sejauh ini BTN Syariah sangat peduli terhadap permodalan UMKM sedangkan BSI tidak demikian, sebaiknya banyak pihak yang peduli pada kelangsungan hidup UMKM menolak rencana Pemerintah ini.
Seharusnya pun Pemerintah sudah paham soal ini, kecuali memang memiliki tujuan membesarkan korporasi besar dan mematikan pengusaha kecil, jika memang ini tujuannya, Rakyat hanya berharap pada keadilan dari Allah SWT saja.
“Kita hanya berharap BSI Peduli pada UMKM, seperti yang sudah BTN Syariah lakukan sejauh ini, jika ini tetap dipertahankan tidak jadi soal jika diakuisisi oleh BSI, Tetapi melihat apa yang selama ini BSI lakukan rasanya seperti pesimis jika UMKM akan terperhatikan “ Ujarnya.
Sebelumnya, DPP REI memberikan pernyataan yang menghebohkan jagat industri keuangan, yakni Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengakomodir usulan untuk menunda rencana akuisisi Bank BTN Syariah oleh BSI. Hal tersebut disampikan oleh DPP REI seusai bertemu Wapres.
Tak lama setelah itu, jubir Wapres, Masduki Baidlowi, meluruskan statement REI. Salah satu komisaris BSI ini tegas menyatakan bahwa Wapres tidak pernah memberikan pernyataan terkait penundaan.
“Dalam berbagai pidatonya, Wapres selama ini mendorong konsolidasi perbankan syariah,” ujar Masduki.
Klarifikasi dari kantor Wapres tidak serta merta membuat polemik mereda. Apalagi, wapres terkesan mendorong konsolidasi perbankan syariah dengan menjadikan BSI sebagai ujung tombak. Beredar di kalangan pelaku pasar, BSI memang sudah lama berniat menjadikan BTN Syariah sebagai target akuisisi demi pertumbuhan bisnis lebih besar.
Penyaluran KPR FLPP BTN Syariah Lebih Unggul Dibandingkan BSI.
Sementara itu, Badan Pelaksana Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) mencatat hasil realisasi penyaluran KPR bersubsidi dengan skema FLPP masih dikuasai oleh PT Bank Tabungan Negara Persero Tbk (BTN) hingga akhir Mei 2022. Dari jumlah realisasi penyaluran KPR FLPP hingga 27 Mei 2022 yang mencapai 75.659 unit senilai Rp8,4 triliun, Bank BTN mengambil porsi yang terbesar atau mencapai 56,09%.
Posisi kedua dikuasai oleh BTN Syariah yang mencapai 11,16%. Sementara PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang dikabarkan bakal mencaplok BTN Syariah hanya berhasil menguasai 2,92%. Bahkan BSI juga masih kalah oleh BJB yang menguasai 4,11%.
Jika dilihat dari sisi aset dan kemampuan keuangan, seharusnya porsi BSI dalam penyaluran KPR FLPP bisa lebih besar dari BTN Syariah, namun karena BTN Syariah lebih concern dan fokus pada pembiayaan rumah rakyat meski marginnya lebih kecil membuat BTN syariah lebih unggul dari BSI.
“BTN telah berpengalaman hampir 50 tahun menangani KPR. Dalam hal penyaluran KPR juga lebih diterima oleh pelaku bisnis dan konsumen perumahan “ ujar pengamat properti Panangian Simanungkalit seperti dikutip dari media Investor Daily.
Menurut dia, dengan dukungan serius dari pemerintah, Bank BTN bakal mampu menyalurkan KPR untuk MBR minimal 500.000 unit per tahun. “Kalau ini bisa diimplementasikan, maka keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan MBR barulah dikatakan memadai,” katanya.
Pemerintah, lanjut dia, harus mempertahankan BTN Syariah untuk bisa berdiri sendiri sebagai agent development yang membantu menyukseskan program sejuta rumah. “Jangan hanya karena hitung-hitungan bisnis, lalu mengesampingkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang masih membutuhkan rumah dengan prinsip syariah,” pungkasnya.
Penolakan terhadap rencana BSI mengakuisisi BTN Syariah juga datang dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas secara tegas menyatakan menolak rencana Pemerintah ini, karena dapat berakibat pada kestabilan ekonomi di Indonesia. (AS)