Sengketa Lahan Antara Helmiyati VS Direktur PTPN 7 Bringin dan Manajer PTPN 7 Beringin Kembali Digelar di Pengadilan Negeri
BORNEO NUSANTARA NEWS - Muara Enim, Kasus sengketa lahan antara Helmiyati (Penggugat) dengan Direktur PTPN 7 sebagai Tergugat I, dan Manajer PTPN 7 Beringin selaku Tergugat II di Pengadilan Negeri kabupaten Muara Enim dengan nomor Perkara Perdata: 7/Pdt.G/2022/PN Mre hari ini, kembali digelar dengan agenda penyampaian kesimpulan, Senin, 19/9/2022
Dua kuasa hukum penggugat Helmiyati, yakni ADV. Mieke Malindo SH dan ADV. Palen Satria SH optimis pada sidang pembacaan putusan nanti, Majelis Hakim yang diketuai Selly Noverianti SH bersama hakim anggota Sera Riki SH dan Dewi Yanti SH bakal mengabulkan seluruh gugatan kliennya.
Intinya semua proses sidang ke 13 kalinya ini, kami berharap majelis hakim dapat menerima semua gugatan prinsipal kami selaku Penggugat ibu Helmiyati melawan Tergugat I Direktur PTPN VII dan Manajer PTPN 7 Beringin, selaku Tergugat II.
Karena prinsipal kami ini telah lama berjuang untuk mendapatkan HAK tanahnya kembali dan diganti rugi,” beber Mieke Malindo didampingi rekannya, Palen Satria kepada awak media, Senin, 19 September 2022.
Apalagi, menurutnya, semua bukti surat kepemilikan dan hak ganti rugi yang harusnya diterima kliennya malah tidak diberikan oleh pihak perusahaan PTPN 7 Beringin sampai sekarang.
“Belum lagi dari hasil keterangan salah satu saksi bapak Arsah, di persidangan sebelumnya sudah sangat jelas, bahwa ada uang peduli dari PTPN 7 Beringin untuk masyarakat yang lahannya diambil perusahaan, namun dari 2010 sampai sekarang itu tidak ada sama sekali,” terang pengacara yang akrab disapa Miken ini.
Bahkan dari ketiga saksi yang mengetahui sejarah berdirinya usaha perkebunan PTPN 7 Beringin itu, lanjut Miken, membenarkan lahan sekitar 15 hektar tersebut milik Helmiyati yang dihibahkan oleh orang tua dan kakeknya.
“Tiga orang saksi hidup dan mengetahui sejarah tanah objek gugatan yaitu Bpk Arsah, Bpk Aben Bella, dan Bpk Amito di mana ketiganya menyatakan sendiri di persidangan bahwa Helmiyati memang ada tanah 15 hektar yang dihibahkan dan dikelola oleh orang tua penggugat yaitu bpk Kornati dan kakeknya Bpk Alino dan telah dihibahkan kepada penggugat Helmiyati,” urainya.
Masih disebutkan pengacara asli kelahiran Rambang ini, selain sejumlah kejanggalan yang dilakukan pihak tergugat yang justru tidak pernah diajukan ke persidangan pembuktiannya di antaranya soal isi surat pernyataan Parison Bin Bunani dan Yansi, serta bukti surat pada daftar bukti no 1 sampai 46, yang semuanya hanya bersifat administratif dan kewajiban perusahaan.
“Semuanya tidak ada satupun yang membuktikan bahwasanya tanah milik Penggugat ibu helmiyati telah diganti rugi oleh tergugat dalam hal ini PTPN 7 Beringin.
Kemudian fakta persidangan kedua orang yang disebut membuat surat pernyaataan juga tidak pernah dihadirkan kepersidangan oleh tergugat untuk diuji di muka pengadilan perihal kebenaran surat pernyataan kedua saksi tersebut,” imbuh Miken.
Ia juga menambahkan, akan mengkaji keabsahan dan kebenaran surat pernyataan tersebut dengan melaporkannya ke polisi. “Terkait dugaan surat pernyataan yang dibuat tersebut palsu maka kami akan melaporkan ke polisi perihal pidana kedua saksi yaitu saudara Yansi dan saudara Bunani dengan sangkaan memasukan Pemalsuan Surat pasal 263 ayat (1) dan ayat (2),” tegasnya.
Selanjutnya, ia juga menanggapi keterangan saksi ahli yang diajukan oleh tergugat di persidangan, yang justru menyebutkan kewajiban perusahaan (PTPN 7 Beringin) untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat ketika ditanya majelis hakim.
“Saat itu, majelis Hakim bertanya kepada ahli perihal tanah PIR (Plasma Inti Rakyat) ataupun untuk HGU itu wajib ada ganti ruginya atau tidak kepada masyarakat yang memiliki bukti kepemilikan tanah.
Dengan lugas dan yakin diakui di persidangan oleh Dr Fransiskus Xaverius Sumarja SH MH. Di mana saksi ahli itu mengatakan wajib ada ganti rugi kepada masyarakat oleh perusahaan dan bersama pemerintah,” sebutnya.
Selanjutnya, ditambahkan oleh Palen Satria SH. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh para tergugat adalah Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
“Kami berharap saat putusan majelis hakim dapat mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan tanah seluas 15 Ha dengan batas batas:sekarang masuk wilayah Afdeling III PTPN 7 dengan SKGU No. 14 dan 15 sebagaimana surat keterangan hak milik nomor 41/KT/1981 adalah sah milik Penggugat, Meletakkan sah dan berharga sita jaminan terhadap tanah / kebun yang menjadi objek sengketa. Menghukum Tergugat atau siapapun yang menguasai tanah tersebut secara tidak sah dan melawan hukum untuk mengembalikan dan menyerahkan tanah tersebut kepada Penggugat.
Menghukum Tergugat untuk membayar secara sekaligus kerugian Meteril dan kerugian Inmateril sebesar Rp. 16.990.000.000,- (Enam Belas Milyar Sembilan Ratus Sembilan Puluh Juta Rupiah),- kepada penggugat, Menghukum tergugat untuk membayar secara tunai uang (Dwangsom) sebesar Rp.1.000.000,- (Satu Juta Rupiah rupiah) kepada Penggugat per hari, setiap kali keterlambatan ataupun kelalaian Tergugat dalam melaksanakan putusan, perhitungan sejak putusan perkara ini dijatuhkan; dan Menghukum Tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan perkara ini,” tegas Palen. (Firman)